Selasa, 04 Oktober 2011

'X-Men First Class': Semua Berawal dari Sini

Detikhot - Tuhan sebagai pencipta alam dan seisinya menciptakan manusia sebagai karya terbaik-Nya. Bukan malaikat atau ciptaan-Nya yang lain. Tapi manusia. Lalu, apa yang terjadi jika ternyata manusia yang sudah sempurna ini mengalami mutasi sel yang menyebabkan mereka menjadi lebih “berbeda” dari manusia biasa?

1962, saat perang nuklir antara Amerika Serikat dan Rusia bisa meletup setiap saat, Charles (James McAvoy), seorang profesor cerdas didatangi Moira (Rose Byrne) seorang agen CIA yang menyelidiki tentang mutasi gen. Charles merasa tertantang, terutama karena dia sendiri adalah salah satu jawaban dari pertanyaan Moira. Investigasi Moira dan Charles membawa mereka ke sebuah nama: Sebastian Shaw (Kevin Bacon).


Erik (Michael Fassbender) di sisi lain, berkeliling dunia untuk mencari Shaw. Tujuannya hanya untuk melihat dendamnya terbalaskan. Sampai akhirnya dia menemukan Shaw dan bertemu dengan Charles. Mereka bukanlah teman apalagi sahabat karib.

Sebastian Shaw dan misinya untuk menguasai dunia, serta ketidakmampuan pemerintah menangani Shaw, membuat Charles dan Erik mempunyai tugas baru untuk mengumpulkan mutan-mutan lain dan membentuk sebuah grup khusus. Charles dan Erik pun akhirnya mendirikan sebuah sekolah khusus mutan yang akan mengubah sejarah dunia mutan, selamanya.

Sebelum Spider-Man bergelantungan dari gedung ke gedung dan Batman melaju dengan Batmobile-nya, X-Men adalah film superhero pertama yang memulai jejaknya di layar perak di awal milenium ini, yang membuat studio-studio Hollywood berlomba-lomba melakukan hal yang sama. Memang ada 'Batman'-nya Tim Burton di awal 1990-an, tapi baru 'X-Men'-lah yang berhasil menarik perhatian banyak orang karena tak hanya berhasil secara komersial tapi juga secara estetika.

Bryan Singer adalah komandan di balik adaptasi penuh risiko tersebut. Penuh risiko? Tentu saja. 'X-Men' adalah sebuah kisah tentang superhero yang tidak mudah untuk diangkat ke layar perak. Karakternya lumayan banyak, kompleks dan mereka mempunyai sub-plot cerita dan sejarah hidup sendiri-sendiri.

Dan ketika Hollywood sudah tidak memiliki ide baru untuk membuat gebrakan, remake atau prekuel biasanya menjadi jalan pintas yang biasa diambil (Halo, 'The Amazing Spider-Man'!). Beruntunglah, Matthew Vaughn menjadi kapten untuk mengukir awal kisah para mutan ini. Dengan 'Kick-Ass' di resume-nya (yang merupakan salah satu film superhero terbaik dan juga film yang paling banyak dibicarakan tahun lalu selain 'Inception' tentunya), Matthew Vaughn kembali menunjukkan kualitasnya.

Visual efeknya top-notch, musiknya mengagumkan dan mendebarkan (kudos untuk Henry Jackman), dan plot ceritanya menghipnotis dari awal sampai akhir (perhatikan pembukaan filmnya lalu bandingkan dengan awal film 'X-Men') dengan klimaks yang spektakuler. Tidak mengherankan, dibutuhkan 4 orang penulis skrip untuk mengadaptasi dua buah buku 'X-Men' ('Uncanny X-Men', 1963 dan 'X-Men : First Class', 2006). Salah satunya adalah Jane Goldman, penulis skrip 'Kick-Ass'.

Dari segi cast, hampir semua pemain menunjukkan penampilan terbaik. James McAvoy dan Michael Fassbender terlihat super emosional. Chemistry mereka berdua sangat kuat untuk menampilkan Erik dan Charles sebelum mereka dikenal dengan nama Magneto dan Professor X. Terutama, Michael Fassbender yang harus menanggung beban berat untuk memerankan salah satu calon villain paling berkesan, manipulatif dan tetap masih likeable. Kevin Bacon tampak menyeramkan hanya dengan tersenyum tipis.

Dari jajaran aktor mudanya, yang lumayan paling mencuri perhatian adalah Jennifer Lawrence. Perempuan muda yang baru saja meraih nominasi Oscar pertamanya tahun ini (lewat 'Winter’s Bone') itu berhasil menampilkan sosok Raven yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Tidak hanya rapuh dan insecure, tapi potensi gelapnya juga sudah terlihat. Rasanya tak sabar untuk melihat aksinya lagi di 'The Hunger Games' yang akan rilis tahun depan.

In the end, walaupun telat datang ke Indonesia, 'X-Men First Class' telah membuktikan kekuatannya. Lebih menghibur ketimbang 'The Green Hornet' dan lebih menonjol dari 'Captain America'. 'X-Men First Class' adalah salah satu contoh bagaimana sebuah film (prekuel) superhero mestinya dibuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar