Senin, 17 Oktober 2011

Laporan Khusus : Melawan Maling Pulsa #1

Laporan Khusus Detikcom :
Melawan Maling Pulsa 
Rugi Triliunan, Saling Lempar Kesalahan 

Sumber : Detikcom

Kerugian akibat penipuan pulsa tidak sedikit. Catatan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), kerugian akibat penipuan SMS premium mencapai Rp 100 miliar per bulan.

"Kalau perhitungan YLKI seperti itu, hitung saja, kalau 3 tahun sudah berapa. Bisa-bisa mencapai Rp 3,6 triliun lebih," kata ahli forensik digital Ruby Alamsyah kepada detik+.


Menurut Ruby, modus penyedotan pulsa lewat SMS premium tersebut sudah mulai marak sejak 2008. Bila sekarang SMS premium semakin marak, hal ini disebabkan lemah Peraturan Menteri Kominfo No 1 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Pesan Singkat (SMS) ke Banyak Tujuan (Broadcast).

Permen Kominfo itu tidak menjelaskan tata cara melakukan unreg kepada pelanggan. Bahkan saat melakukan unreg juga tidak dijelaskan kalau SMS balasan seusai melakukan unreg mendapat potongan pulsa. "Celah inilah yang dimanfaatkan operator dan content provider (CP) untuk menyedot pulsa pelanggan," jelas Ruby.

Selain Permen Kominfo yang kurang tegas, kurangnya pengawasan juga menjadi penyebab maraknya pencurian pulsa. Pengurus Indonesia Mobile and Online Content Provider Association (IMOCA) menuding maraknya pencurian pulsa lewat SMS premium, akibat kinerja Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang lemah. BRTI dianggap sudah terkontaminasi, sehingga fungsi pengawasan yang harusnya dilakukan tidak efektif.

IMOCA menilai apabila BRTI bersungguh-sungguh melindungi masyarakat, kasus SMS premium yang menyedot pulsa pelanggan tidak terjadi. Karena di BRTI berkumpul tokoh-tokoh yang memahami bisnis, hukum, dan teknis.

"Jadi tidak ada alasan bagi BRTI untuk tidak menyelesaikan masalah tersebut. Apalagi BRTI sudah dibekali Peraturan Menteri No 1/Per/M.Kominfo/01/2009 yang dikeluarkan pada 8 Januari 2009 lalu," kata Sekjen IMOCA Ferrij Lumoring.

Mendapat tudingan seperti itu, BRTI tidak terima. Nonot Harsono, anggota BRTI, menyatakan tudingan IMOCA seperti membasahi air di mukanya sendiri. Pasalnya, di satu sisi IMOCA mengajukan judicial review terhadap Permen Kominfo No 1 Tahun 2009. Di satu sisi dia juga mendukung penerapan Permen Kominfo tersebut.

Seharusnya, kata Nonot, IMOCA tidak mencari kambing hitam dalam kasus ini. Sebab SMS premium ini merupakan perkembangan teknologi dan life style. Jadi IMOCA harus mencari solusi bersama tentang penyebab pencurian pulsa pelanggan via SMS premium tersebut.

Nonot sendiri kemudian menilai, yang harus bertanggungjawab dalam penyedotan pulsa pelanggan ini adalah operator dan penyedia konten (CP). Sebab prinsip dasar pemotongan pulsa adalah adanya kerjasama antara operator dan pemilik konten.

Penjualan content secara teknis dilakukan dengan kerjasama antara operator dan penjual content. Kerja sama ini akan mengaktivasi billing software. Sehingga jika memesan content maka billing ini akan bekerja. Kalau billing ini masuk dalam kategori premium maka jumlah pulsa yang masuk banyak.

Ada pun soal caranya, kata Nonot, tergantung pada perjanjiannya. Misalnya, operator percaya memberikan nomer aktivasi ke penjual content dan kalau SMS content itu dibalas maka terjadi pemotongan pulsa dan ini terjadi karena lemahnya pengendalian operator.

Untuk itu, pemilik content juga harus diselidiki bagaimana mengaktifkan billing software karena itu penggunaan content yang seharusnya melalui registrasi dilakukan tanpa registrasi yang menyebabkan pulsa terpotong. "Jadi kedua belah pihak (operator dan CP) seharusnya bertanggung jawab dan harus diselidiki dan kalau ini terbukti maka mereka telah melakukan kejahatan," tegas Nonot.

Sementara YLKI berpendapat yang jadi pangkal penyebab adalah lemahnya pengawasan Kemen Kominfo. Sebab kementerian tersebut tidak pernah bertindak tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan operator maupun CP.

"Kemenkominfo yang harus bertanggung jawab dalam masalah ini. Sebab selama ini fungsinya tidak berjalan. Sehingga operator dan CP sesuka hati merugikan para pelanggan," kata pengurus YLKI Tulus Abadi.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang didampingi Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Rabu 5 Oktober 2011, melakukan pertemuan dengan perwakilan operator untuk membahas kasus pencurian pulsa dari layanan konten premium.

Dalam pertemuan itu, pihak operator menyatakan tidak ada maksud untuk memfasilitasi CP yang meresahkan masyarakat. Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring pun mengancam akan menyeret CP yang terbukti melakukan pencurian pulsa, ke ranah hukum.

Menurut Tifatul, tindak pencurian pulsa sudah masuk dalam pasal kriminal. "Content provider yang terbukti melakukan itu, akan diproses secara hukum," kata Tifatul

Sumber : Detikcom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar