Okezone.com - Meski menempuh perjalanan berpuluh kilometer, Abbas Sur, yang lahir 83 tahun lalu itu tak menyurutkan niatnya untuk memperingati HUT RI ke-66 di halaman kantor Gubernur Sumatera Barat. Tak hanya sendiri, Abbas pun mengajak sang istrinya Meianis (76) untuk mendampinginya..
Jalan lelaki uzur ini sudah mulai tergopoh-gopoh mendatangi kanto gubernur dari rumahnya di Ketaping dekat Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padang Pariaman hanya naik bis kota jarak tempuh 30 menit lebih.
Lelaki uzur yang memiliki mata bagian kanan buta itu, merupakan seorang pejuang veteran yang ingin memperingati hari kemerdekaan bersama dengan orang lain.
Hanya mengenakan baju batik bermotif veteran warna coklat muda dengan peci veteran warna kuning tua ini, Abbas terlihat begitu khusuk memperingati detik-detik Kemerdekaaan.
“Ambo (saya) dulu berjuang semasa Belanda dan Jepang di Persisir Selatan, pada usia 15 tahun bersama kawan-kawan kami. Senjata kami hanya bambu runcing, tidak ada senjata peralatan lainnya, kalaupun ada itu hanya senjata yang dicuri dari tentara Belanda atau Jepang,” katanya pada okezone beberapa waktu lalu.
Walau HUT RI untuk tahun ini jatuh saat pertengahan bulan puasa, semangat Abbas untuk bersama-sama merayakan hari HUT RI tidak luntur meski dia sendiri menjalani puasa.
“Oi yuang perjuangan untuk memerdekakan nagari awak ko indak murah yuang, kami baparang bataruah angok (Oi Nak, perjuangan untuk merebut kemerdekaan ini enggak gampang, kami berperang dengan penjajah mempertaruhkan nyawa),” katanya dalam bahasa Minang.
“Saya datang ke sini ingin memperingati Kemerdekaan dengan sisa nyawa yang berlebih, banyak kawan-kawan mati karena mereka dan saya tidak mau dijajah oleh negara luar. Kami mau merdeka, kami mau mengurusi negara ini adalah bangsa kita sendiri,” tegasnya.
Cerita panjang mulai diutarakan Abbas pada okezone, namun karena sudah letih berdiri pria pejuang ini memilih untuk duduk di kursi pejabat yang dipakai untuk peringatan hari HUT RI yang terletak di teras kantor gubernur.
Abbas mencoba kembali membuka memori lamanya saat bersama teman-temannya menyergap pasukan Jepang di Painan. Satu persatu kalimat mengenai masa peperangan terucap dari bibir yang sudah tua.
“Saat penyergapan pada tentara Jepang, saya bersama teman-teman melakukannya pada pamala hari, tapi saya lupa tahunnya yang jelas sebelum kita meredeka. Untuk menyergap tentara Jepang ini kita memakai kode, kodenya ada pisang, kelapa, kambing, nama buah-buahan itu di pakai untuk nama orang pada saat penyergapan,” tuturnya.
Tujuan memberikan nama, lanjutnya, untuk menghindari jangan sampai temannya bisa terbunuh. “Ini kan dilakukan malam hari, kalau nama asli kita kasih tahu nanti dicari tentara musuh. Selain itu kalau menyerangkan malam hari kita tidak bisa melihat teman kita, nah kalau berteriak pisang jadi kita harus jaga bahwa itu teman kita,” ulasnya.
Tentara Jepang mereka sergap itu saat mereka patroli kampung di Nagari Batang Kapeh Koto Gunuang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
“Kami berjuang itu bergerilya, dari kampung ke kampung lainnya yang ada di Pesisir Selatan, untuk makanan kami warga setempat yang memberi makan,” katanya.
Abbas tergabung sebagai pasukan relawan, Tentara Keamanan Rakyat dan Badan Keamanan Rakyat. Setelah Indonesia merdeka, dia mengurus pensiun veteran dengan golongan D dan mendapat gaji sebulan Rp1,5 juta.
Dia memilih pindah dari Pesisir Selatan ke Padang Pariaman pada 1960-an dan tinggal bersama istri keduanya Meianis, juga bekas pejuang. Namun sang istri ternyata tidak mendapat uang pensiun. Bahkan rumah yang ditempatinya saat ini bukan fasilitas negara.
“Meski negara kita sudah merdeka dari penjajah tapi belum sepenuhnya kita merdeka. Sekarang penjajah yang baru adalah korupsi, uang kita banyak dimakan orang kita juga, jadi itu yang anak-anak perjuangkan kini. Kalau kami yang sudah tua sampai di situ saja perjuangan kami, perjuang kami sekarang dilanjutkan kalian-kalian yang muda-muda ini,” ujarnya.
- Okezone.com -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar