Senin, 26 Desember 2011

Suporter Bergerak Goyang Nurdin Halid

Kilas Balik Sepakbola 2011 (Februari)



Dok. Detiksport
Kepemimpinan Nurdin Halid dan seluruh anggota pengurusnya dalam PSSI terus digoyang. Sementara itu, kubu Arifin Panigoro menjagokan George Toisutta jelang kongres PSSI.

Di tengah Liga Prima Indonesia (LPI) yang terus bergulir, yang merupakan liga yang diprakarsai oleh Arifin, pergerakan untuk menggulingkan rezim Nurdin berlangsung di mana-mana.


Suporter mulai turun ke jalan-jalan di berbagai sentra sepakbola, di banyak kota di tanah air. Mereka mulai berani secara tegas meminta Nurdin berhenti dari jabatannya sebagai ketua umum PSSI. Suporter secara bergelombang melakukan demosntrasi menuntut perubahan besar-besaran di tubuh PSSI.

Pergerakan serupa muncul di mana-mana, termasuk di dunia maya. DetikSport sempat menemukan laman Wikipedia milik Indonesian Super League (ISL) diacak-acak, diberi tambahan tulisan "LSI dikuti 18 tim (ada beberapa tim dengan kepengurusan di bawah orang-orang PSSI untuk menyukseskan kepemimpinan mereka."

Lalu, ada juga alinea tambahan dari yang mengacak-acak laman tersebut yang menyindir Nurdin Halid. "Apakah FIFA buta dengan keberadaan PSSI yang dipimpin oleh koruptor dan mantan napi ini?" demikian bunyi sebuah kalimat di paragraf tersebut.

Pada saat PSSI tengah digoyang itu, muncul nama-nama baru yang digadang-gadang untuk menjadi ketua umum PSSI yang baru. Salah satunya adalah George Toisutta, seseorang yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Darat dan mendapatkan dukungan penuh baik dari Arifin maupun Menpora Andi Mallarangeng.

"Bagus. Saya kenal Beliau suka bola dan peduli olahraga. Saya 'kan senang, semakin banyak orang yang mau urus olahraga. (Bursa Ketum PSSI) terbuka bagi perorangan, pengusaha dan siapa saja. Siapa saja yang minat, silakan," tutur Andi kepada wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (2/2/2011).

Arifin maupun George akhirnya harus melalui verifikasi untuk bisa mencalonkan diri menjadi Ketum PSSI. Sial bagi keduanya, di suatu hari pertengahan Februari, keputusan itu datang menentang mereka. Arifin dan George dinyatakan tak lolos verifikasi. Hasil tim verifikasi hanya meloloskan Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie.

"Terus terang saya terkejut dengan hasil tersebut, karena menurut saya semua persyaratan Pak George, misalnya, sudah memenuhi syarat," tutur Andi saat dihubungi detikSport melalui telepon, Sabtu (19/2/2011) malam.

Sementara itu, ketika konflik di tubuh federasi memanas, pelatih timnas Alfred Riedl tengah menyiapkan anak-anak asuhnya untuk bertanding di Pra-Olimpiade. Kabar duka pun mendatangi timnas kala itu. Manajer timnas U-23, Adjie Massaid, meninggal dunia. Ia menghembuskan napas terakhirnya pada Sabtu (5/2/2011) dinihari WIB di RS Fatmawati, Jakarta, dalam usia 43 tahun.

Sebelumnya, juga muncul isu tidak sedap menggelayuti tubuh timnas senior. Beredar sebuah surat elektronik yang ditulis seseorang yang mengaku pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan yang mengungkapkan kalau pengurus PSSI mengatur agar Indonesia kalah dari Malaysia di final pertama Piala AFF di Kuala Lumpur.

Namun, dugaan tersebut dibantah keras oleh Bambang Pamungkas. "Di dalam email disebutkan bahwa Nurdin Halid masuk ke ruang ganti dan menginstruksikan kepada pemain untuk mengalah dalam pertandingan tersebut," tulis Bepe dalam blog pribadi yang dipublikasikannya pada hari Selasa (1/2/2011) malam.

"Bagaimana Ketua Umum PSSI tersebut dapat memasuki ruang ganti dan memberi instruksi, jika beliau tidak memiliki ID card. Dan memang pada kenyataannya, beliau memang tidak pernah sekalipun memasuki ruang ganti, selama pertandingan tersebut berlangsung," terang Bepe.

Kala situasi sepakbola di dalam negeri tengah kisruh, sepakbola di Eropa baru saja merampungkan transfer musim dingin. Waktu itu, di Premier League, Liverpool baru saja kedatangan Andy Carroll dan Luis Suarez. Kedatangan Carroll yang berharga 35 juta poundsterling juga melibatkan transfer sensasional lainnya; Fernando Torres dijual ke Chelsea dengan harga 50 juta poundsterling.

Torres, yang tampil tak dalam performa terbaiknya di Piala Dunia beberapa bulan sebelumnya, tercatat sebagai pemain termahal di Premier League. Ia pun diharapkan bisa mendongkrak performa Chelsea yang ketika itu tengah turun-naik --sama menggelisahkannya dengan posisi Carlo Ancelotti sebagai manajer.

Ketika waktu kemudian berjalan, semua orang tahu seperti apa nasib Torres musim itu. Belum saatnya diceritakan di sini, karena memang belum waktunya. Yang jelas, pada bulan Februari itu, Manchester United dan Arsenal tengah berlomba-lomba mengumpulkan kemenangan menuju takhta juara.



Sumber : Detiksport

Tidak ada komentar:

Posting Komentar