Foto : Bondan Winarno |
Tentu saja, sebagai pendatang baru, Alas Daun harus benar-benar tampil beda. Dan ini tampaknya dicamkan benar oleh para pemilik dan pengelola restoran baru ini. Penamaan Alas Daun, misalnya, ternyata merupakan gaya khas menyajikan makanan di rumah makan ini. Lembaran daun pisang ditebar di atas meja kayu, dan di atas daun pisang itulah nasi disajikan untuk para tamu. Setiap tamu mendapat selembar daun pisang sebagai piring masing-masing.
Gaya tersebut sebetulnya sangat mirip dengan cara menyajikan nasi di beberapa rumah makan India di Singapura. Bedanya, di rumah-rumah makan India, daun pisangnya masih memakai bagian "tulang daun" di tengahnya.
Apakah itu berarti Alas Daun meniru gaya India? Sebetulnya tidak juga. Di pedesaan Jawa Barat, seperti di Cianjur, misalnya, saya pernah dijamu makan bersama secara tradisional. Selembar daun pisang utuh – panjang dan lengkap dengan tulang daun di tengahnya ditebar di atas tikar di lantai. Kemudian nasi dan lauk pauk ditata di atas selembar utuh panjang daun pisang itu. Sekitar 6-8 orang mengelilingi daun pisang dan makan ramai-ramai.
Yang membuat saya berpikir Alas daun "meniru" gaya India adalah hadirnya pramusaji dengan membawa kontener kaleng yang terdiri atas dua tabung – masing-masing berisi kuah kari dan kuah cumi. Para tamu boleh memilih apakah nasinya akan disiram dengan kuah kari atau kuah cumi. Cara penyajian ini sangat mirip dengan cara menyajikan di Banana Leaf Apollo Restaurant di Singapura. Bahkan alat sajinya pun persis sama.
Selain penyajian nasi yang sangat unik, lauk-pauk yang disajikan Alas Daun pun berbeda dengan rumah makan Sunda umumnya. Di sini ada satu seafood section yang menampilkan berbagai jenis ikan, antara lain: bawal darat, barakuda, dan ikan pari. Pilihan yang lebih luas ini tidak dijumpai di rumah-rumah makan Sunda lainnya yang umumnya hanya terbatas pada berbagai jenis ikan darat, seperti: ikan mas, ikan nila merah, dan gurame.
Ikan segar ini direndam dalam bumbu kuning dan siap digoreng. Penyajian ikan dengan cara ini mengingatkan saya pada penjual ikan goreng/bakar di Tanjungpinang. Dengan cara itu, bumbu-bumbu sudah meresap dan mempercepat penyajian ikan yang langsung dibakar atau digoreng tergantung kesukaan para tamu.
Berbagai jenis lauk lain sudah siap saji dalam keadaan setengah matang atau tinggal dihangatkan. Di sebuah meja panjang, berbagai lauk-pauk itu di-display secara menarik. Pilih saja tenang-tenang. Terlalu banyak pilihan yang dapat dipilih dari display yang menerbitkan air liur itu.
Saya mencicipi ikan bawal darat (dibudidayakan di tambak) yang lembut dan sangat lezat. Beberapa jenis sayurnya juga unik, misalnya: lodeh sayur terubuk. Sayur yang satu ini memang sangat jarang dapat dijumpai di rumah makan. Sayurnya sendiri juga cukup langka.
Sekilas sayur tersebut bentuknya mirip sereh yang ukurannya lebih besar. Setelah disingkap pelepah daunnya, akan tersembul bentuk yang mirip bunga tebu atau telur ikan terubuk. Orang Sunda biasa mengukus sayur terubuk ini dan dipakai sebagai cocolan sambel. Teksturnya yang khas menjadikannya sangat cocok untuk dimasak lodeh dengan santan yang agak kental.
Yang juga menarik di Alas Daun adalah berbagai jenis ikan asin yang di-display di atas sebuah nyiru dengan penampilan yang sangat menggoda. Berbagai jenis sambal dadak yang disediakan di situ juga membuat nafsu makan pun semakin terbangkitkan. Harganya cukup terjangkau untuk makan santai dengan keluarga maupun teman-teman. Cocok buat mereka yang ingin liburan ke Bandung di akhir pekan ini.
Alas Daun
Jl. Citarum 34
Bandung
031 7234108
www.alasdaun.com
Sumber : Detikfood
Tidak ada komentar:
Posting Komentar