Pantaskah Puan Jadi Capres?
Megawati Soekarnoputri memang sudah tidak muda lagi. Pada 23 Januari 2011 lalu, usia Mega menginjak 64 tahun. Maka putri Bung Karno itu pun merasa sudah tua. Ia sudah enggan memimpin PDIP terus."Bila ingin memanggil nenek Mega silakan, atau tetap mbak Mega, juga nggak apa-apa," kata Mega.
Curhat itu disampaikan Mega saat memberi pengarahan kepada seribuan kader PDIP di Pendopo Kabupaten Cirebon , Jl Kartini, Jawa Barat, 22 Oktober lalu. Bupati Cirebon Dedi Supardi ikut hadir dalam acara itu.
Dalam acara itu, Dedi dan jajaran pengurus cabang PDIP Cirebon menyatakan siap mendukung Mega untuk menjadi capres 2014. "Presiden satu kabupaten sih buat apaan," kata Mega mengomentari dukungan itu.
Ternyata kemudian pernyataan Mega di Cirebon itu kemudian mendatangkan polemik. Pernyataan itu dianggap sebagai sinyal Mega tidak mau lagi terjun ke dunia politik, terutama di Pilpres 2014. Kabar Mega ingin pensiun dari dunia politik terus bergulir terlebih sang suami, Taufiq Kiemas, mengaku sudah melarang Mega untuk tidak lagi menjadi capres pada 2014.
"Lebih baik Ibu (Mega) berpikir dulu untuk maju ke depan, sebab usianya mulai 68 pada 2014," kata Taufiq.
Taufiq minta Mega lebih memusatkan perhatian pada kaderisasi parpol. Pertarungan pada 2014, menurut Taufiq, sebaiknya diserahkan pada kelompok muda. PDIP pun sudah menyiapkan sejumlah anak muda antara lain putrinya sendiri, Puan Maharani.”Kita lihat saja Mbak Puan jadi nomor satu atau nomor dua,” ujar Ketua MPR itu.
Menanggapi soal pencapresan dirinya, Puan masih malu-malu karena PDIP masih terikat kesepakatan untuk mencapreskan Mega pada 2014. Kesepakatan itu merupakan hasil kongres di Bali setahun lalu. Namun bila akhirnya dicapreskan, Puan pun siap saja."Sebagai kader saya siap ditempatkan di posisi apapun, apalagi kalau itu amanat partai," kata Puan.
Nama Puan memang sejak lama disebut-sebut sebagai calon pemegang tongkat estafet kepemimpinan di PDIP. Walaupun bila dilihat dari silsilah Soekarno, sebenarnya selain Puan, masih ada juga cucu Soekarno yang dinilai layak untuk meneruskan tongkat kepemimpinan di PDIP. Sebut saja, Puti Guntur, putri dari Guntur Soekarnoputra.
Hanya saja, Mega dan Taufiq rupanya lebih memilih mempersiapkan putrinya, dibandingkan sang keponakan. Buktinya, pada Kongres PDIP 2005 silam, perempuan kelahiran 6 September 1973 ini di masukan dalam struktur kepengurusan. Saat itu Puan ditempatkan sebagai Ketua DPP Bidang Perempuan dan Anak.
Berikutnya, pada Kongres ke III PDIP di Bali, April 2010, Puan kembali masuk dalam struktur kepengurusan untuk periode 2010-2015. Kali ini puan ditempatkan sebagai Ketua Bidang Politik dan Hubungan Antar Lembaga. Selain itu, ada Pemilu 2009 Puan terpilih sebagai anggota DPR periode 2009-2014 dari PDIP.
Masuknya Puan di jajaran pengurus PDIP, yang mayoritas muka-muka baru di elit PDIP menyiratkan kalau Puan memang sudah jauh-jauh hari dipersiapkan untuk menggantikan Mega sebagai ketum PDIP. "Secara struktur suka atau tidak suka ke depan bakal memilih Puan sebagai pengganti Mega. Sebab Puan merupakan salah satu yang senior di struktur, selain sebagai anak biologis Mega," terang sumber detik+ di PDIP.
Namun sayangnya, penyiapan Puan sebagai pengganti Mega hingga kini tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Popularitasnya tidak kunjung bisa menyaingi sang ibu. Dalam sejumlah survei, nama Mega masih diunggulkan untuk capres. Sementara nama Puan hanya masuk bursa cawapres.
PDIP layak bila menjadi ketar-ketir. Mega sudah pernah kalah dua kali sebagai capres. Bila tetap berpegang pada kongres Bali 2010, yakni mencapreskan Mega, bisa-bisa PDIP akan terus menjadi oposisi. Di sisi lain bila mengajukan Puan, kemungkinan untuk menang pun diragukan.
"Dengan segala permintaan maaf belum bisa Puan jadi capres. Setidaknya harus menjadi menteri dulu
atau menjadi wakil presiden. Kalau tidak sulit. Masa belum-belum sudah mau menjadi presiden," kritik Permadi, mantan politisi PDIP yang kini menyeberang ke Partai Gerindra.
Sebenarnya, sejumlah konstituen PDIP mengharapkan partai berlambang banteng ini juga mengajukan tokoh di luar keturunan Bung Karno. Meski bukan anak biologis Sang Proklamator, yang penting sang tokoh adalah anak ideologisnya.
Politisi muda Budiman Sudjatmiko setuju pengganti Mega tidak harus anak biologis tapi anak ideologis Soekarno. Selain paham ide-ide Bung Karno, calon pemimpin PDIP menurut Budiman, haruslah sanggup mengembangkan kharisma kepemimpinan yang digabungkan dengan kemampuan kerja tim.
"Jadi kalau pun ada kompetisi internal di dalam partai, itu akan jadi kompetisi yang bermutu, bukan kompetisi banyak-banyakan uang atau apapun," kata anggota Komisi II DPR ini.
Pengamat Politik UGM Arie Sudjito menilai saat ini banyak kader-kader muda PDIP yang bagus. Ia kemudian menyebut nama Maruarar Sirait, Ganjar Pranowo, Budiman Sudjatmiko dan Rieke Diah Pitaloka.
Sayangnya wacana uji kompetensi kader muda yang digulirkan Taufiq diprediksi tidak sepenuhnya bisa berjalan. Sebab pada saatnya nanti bisa saja Taufiq lebih memilih melanggengkan politik dinasti dibandingkan semangat pengkaderan.
Sumber detik+ memperkuat prediksi tokoh di luar trah Soekarno bisa memimpin PDIP, apalagi menjadi capres bakal sulit direalisasikan. "Di PDIP kan masih seperti CV bukan PT. Jadi kekeluargaannya sangat kuat. Rasanya tidak mudah untuk mengusung pengganti Mega dari luar keluarga Soekarno. Ini merupakan kegagalan sistem di PDIP," terang sumber PDIP itu.
Arie menilai, wacana regenerasi kepemimpinan PDIP yang digulirkan Taufiq, merupakan marketing politik saja. Selain itu, wacana itu bisa saja dimaksudkan untuk melihat blok-blok yang ada di internal PDIP. "Saya raya wacana kaderisasi hanya untuk pemanasan saja, selain untuk marketing politik bagi PDIP," pungkas Arie.
Sumber : Detikcom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar